SECARIK KERTAS KUPON
Seperti hari-hari biasanya, hari ini berjalan dengan cepat. Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 12.00, yang artinya adalah waktunya istirahat. Seperti biasanya pula, aku menyempatkan diri untuk mampir ke kelas tetangga.
“Rama!!!” teriak Fikry.
“Kenapa Fik?” tanyaku.
“Hari ini lo mau ke warnet gak?” Fikry balik bertanya.
“Kagak sob. Lagi kagak ada duit nih.” Jawabku.
“Bagus!!!” kata Fikry sambil cengar-cengir.
“kenapa? Lo mah gue gak punya duit malah seneng siah. Gue lempar pakek sepatu juga loh!!!” kataku.
“Bukan gitu maksudnya. Ini maksudnya.” Kata Fikry sambil menunjukan secarik kertas berwarna merah.
“Apaan tuh?” tanyaku.
“Ini eenya si Mukti.” Kata Fikry,
“Demi apa? Itu mah kayak kertas” tanyaku.
”Anak bego!!! Udah ketauan ini kertas. Masih nanya.” Kata Fikry.
“Anjrit… elo tuh yang bego. Kertas kok dibilang eenya mukti. Sekalian aja lo bilang itu blangkon jogja.” Kataku membela diri.
“Siapa yang bego nih jadinya?” tanyanya.
“Elo lah!!! Gue juga. He he he…” kataku sambil tertawa.
“Ini tuh kupon gratis maen di warnet Ram. Kan nanti sore gue mau pergi ke Bandung, jadi gue gak biasa makek ni kupon. Sementara, ini kupon cuma berlaku sampe nanti sore. Nih, gue kasih ke lo aja.” Kata Fikry sambil menyerahkan kupon itu.
“beneren nih?” tanyaku.
“Yeh, emang gue pernah bohong sama lo?” kata Fikry.
“bukan pernah lagi Fik, tapi sering.” Balasku.
“hehehehehe.. iya ya. Tapi yang ini beneran.” Fikry tertawa.
“Yoi lah. Nanti pulang sekolah gue mampir kesono. Thank’s ya.” Kataku kepada Fikry .
“You’re welcome.” Balasnya.
“lagak lo pakek bahasa inggris, kencing aja belom lurus. Hehehehehe…” Aku meledeknya.
“bisa bisa.” Balas Fikry.
Aku pun pergi ke kantin.
Pulang sekolah aku pergi ke warnet itu. Lumayan jauh. Tak disangka ternyata warnet hampir terisi penuh. Namanya juga gratisan, maklum aja. Untung masih ada yang kosong. PC 14. Seperti biasa, aku main Point Blank. Pas aku lihat PC sebelahku. Beuh.. ada yang begituan. Maksudnya ada cewek cakep. Waduh, jadi salting. Akhirnya aku fokuskan pada monitor. Tapi sekali-kali aku melirik kesebelah. Sampai-sampai pada suatu waktu kami saling beradu pandang. Aku tersenyum padanya. Dia pun membelas senyumanku itu dengan senyumannya yang kesannya terpaksa . tapi taka apa-apa lah. Yang penting kan dia membalas senyumanku.
Tidak terasa dia telah selesai lebih dulu dariku. Ia pun lekas pergi. Padahal aku masih ingin memandanginya. Tak lama kemudian aku pun selesai juga. Aku segera bergegas pulang.
Keesokan harinya, aku bertemu lagi dengan cewek cantik itu. Mendadak hatiku langsung berbunga-bunga. Kebetulan waktu itu sedang hujan. Jadi aku bisa berteduh bersamanya. Asiiik….
“Eh, kita ketemu lagi.” Kataku sumringah.
“ iya.” Katanya dengan ekspresi biasa saja.
“Boleh kenalan gak? Namaku Rama. Nama kamu siapa?” tanyaku
“Pengen tau aja.” Katanya dengan nada ketus.
“Oh, nama kamu Pengen Tau Aja. Jadi aku harus manggil kamu Pengen, Tau, atau Aja?” tanyaku sambil meledek.
“Iiiiihhh.. reseh amat!!!” cewek cantik itu kesal.
“he he he he…” aku pun tertawa melihat tingkahnya seperti itu.
Hujan pun mulai reda. Ia cepat-cepat pergi meninggalkanku.
Hari Minggu, karena sedang libur, pagi-pagi aku pergi ke alun-alun kota. Refreshing lah. Itung-itung cuci mata. Siapa tau aja ketemu cewek cakep. Ketika aku sedang berjalan disekitar alun-alun, aku melihat dikejauhan ada empat anak lelaki yang kelihatannya lebih tua dariku dan satu gadis diantara mereka. Entah mengapa tiba-tiba ada firasat yang tidak enak, seperti ada yang membisikkan ditelingaku kalau aku harus menolong gadis itu. Tapi langkahku sempat maju mundur, karena disana ada empat lelaki. Setelah pikir-pikir sejenak, muncul lampu bohlam yang menyala terang di atas kepalaku, maksudnya aku dapat ide yang cukup mutakhir. Aku pun segera malangkah kesana. Ternyata gadis itu memang sedang dipermainkan oleh ke empat lelaki itu. Semakin dekat terlihat wajah gadis itu yang kelihatannya tak asing bagiku. Ternyata gadis itu adalah cewek cantik yang aku ajak kenalan waktu sedang berteduh. Kesempatan bagus.
“Adek!!!” teriakku kepada cewek cantik itu yang tampak bingung ketika kupanggil seperti itu.
“Kamu tuh gimana sih, hari ini ayah naik pangkat. Bukannya ke kantor Polisi buat kasih selamat, malah keluyuran.” Kataku dengan wajah cemberut.
“eh, kalian temen-temen adek saya ya. Maaf ya, dia mau saya bawa dulu ke ayah saya.” Kataku kepada empat lelaki itu dengan ramah.
“Bukan kok. Kita bukan temen adek lo.” Kata salah satu anak lelaki itu dengan wajah ketakutan. Pasti karena kubilang kalau ayahku seorang Polisi.
“Bro, mendingan kita cabut” kata anak lelaki yang satunya lagi kepada teman-temannya.
Empat anak lelaki tadi pun pergi dengan berjalan setengah berlari.
“he he he… rencana gue berjalan lancar.” Aku berkata dalam hati.
“Aduh, untung ada kamu Rama, jadi aku gak di apa-apain. Makasih ya.” Kata cewek cantik itu.
“Sama-sama Pengen Tau Aja.” Balasku sambil meledek.
“Iihhhh… nama aku tuh Adis tau” katanya sambil menyikutku.
“Gimana sih? Kemaren namanya Pengen Tau Aja, sekarang ganti jadi Adis. Gak konsisten banget.” Aku menggodanya.
“Iiihhh… kamu mah.” Katanya sambil tersenyum.
“kamu kok bisa kepikiran ide kayak gitu sih?” Tanya cewek cantik itu.
“Iya lah. Apa sih yang Rama gak bisa? He he he..” kataku.
“Huh.. sombong” katanya.
Tiba-tiba terdengar suara handphone berdering. Ternyata yang berdering itu adalah handphone milik Adis.
“Maaf ya Rama, cowokku ngajak ketemuan nih. Aku pergi dulu ya.” Katanya.
“Iya, gak apa-apa.” Balasku dengan perasaan kecewa.
“yah… dia udah punya pacar. Kecewa berat!!!” gumamku.
Lusa kemudian, aku bertemu kembali dengannya.
“hai Adis.” Sapaku.
“hai juga Rama.” Balasnya sambil tersenyum.
“kayaknya Purwakarta tuh sempit ya. Pergi kesini ketemu kamu. Pergi kesana ketemu kamu. Nanti jangan-jangan pas aku lagi di rumah terus mau ke kamar mandi ketemu kamu juga lagi.” Kataku.
“Ada-ada aja. Tapi kamu seneng kan ketemu aku.” Balasnya menggodaku.
“ih Ge eR, tapi gak papalah. Jarang-jarang aku ketemu cewek cantik kayak kamu” kataku
“Huh, gombal.” Katanya.
“Demi apa?” tanyaku meledek.
“Ih… suka dedemian.” Adis balas meledek.
“Rama…” sambungnya.
“Kenapa cantik?” balasku.
“Minta nomor kamu..” katanya
“Nomor apaan? Nomor sepatu?” tanyaku meledek.
“Iihhh… nomor HP lah, masa nomor sepatu.” Katanya.
“Emang di Purwakarta gak ada yang jual kartu perdana ya, sampe-sampe kamu minta nomor aku?” aku meledeknya.
“Rama!!!” Adis kesal.
“ Iya iya. Jangan marah atuh. Aku kan Cuma bercanda. Nih nomor aku.” Kataku sambil memberikan nomor HPku kepadanya.
“Makasih..” kata Adis.
“Iya. Sama-sama.” Balasku.
Malamnya, Tiba-tiba HPku bergetar. Tandanya ada SMS yang masuk. Ternyata SMS itu dari Adis. Ia meminta agar aku menyimpan nomornya.
Tidak terasa, tau-taunya sudah hari Minggu lagi. Seperti hari-hari Minggu sebelumnya, aku pergi keluyuran. Tak disangka tak diduga, aku bertemu dengan Adis lagi. Asiiiikkk….
Tapi kali ini Adis terlihat murung. Jadi BT.
“Kamu kenapa sih Dis, kok murung begitu?” tanyaku ingin tau.
Tapi tiba-tiba Adis langsung memelukku dan menangis tersedu-sedu. Untung waktu itu sedang sepi, jadi tidak ada yang melihat adegan itu. Sebenarnya aku malu dipeluk Adis seperti itu, tapi apa boleh buat. Ditolak juga sayang.
“Hey, kamu kenapa sih? Nangisnya kok sampe sebegitunya, kayak yang di sinetron-sinetron aja.” Kataku sambil memeluk dan mengelus kepala Adis dengan lembut.
“Tadi aku ngeliat cowok aku jalan sama cewek lain.” Katanya sambil menangis.
“Loh, Cowok kamu cuma jalan aja kok ditangisin?” tanyaku.
“Tapi dia jalan sama cewek lain Rama.” Katanya.
“Bisa ajakan cewek itu adeknya atau saudaranya. Ya kan.” Balasku berusaha menghibur Adis.
“Tapi mereka tuh mesra banget. Sampe peluk-pelukkan.” Kata Adis kepadaku.
“Udah ah. Jangan nangis terus, entar cantiknya luntur” aku berusaha menghibur.
Esoknya, pulang sekolah aku pergi ke warnet. Sebelumnya aku sudah janjian dengan Adis untuk main ke warnet. Satu jam, dua jam, tiga jam aku menunggu, Adis tak datang juga. Karena BT, aku memutuskan untuk main ke rumah Mukti. Tapi di tengah jalan aku melihat Adis dan pacarnya, sepertinya sedang bertengkar, tapi aku melihat satu gadis yang tak ku kenal terlibat dalam pertengkaran itu. Sampai aku melihat tangan pacar Adis terangkat yang sepertinya akan mendaratkan sebuah tamparan diwajah Adis yang cantik itu. Aku segera barlari kesana, lalu kutangkis tamparan itu. Untungnya aku tidak terlambat, jadi tangan orang brengsek itu tidak sedikit pun menyentuh wajah Adis.
“Weeeiiiizzzz…. Kayaknya ada yang lagi maen gampar-gamparan nih. Maennya sama gue aja yuk, jangan sama cewek. Tapi kalo sama gue namanya bukan gampar-gamparan sob, namanya jadi gebok-gebokkan.” Kataku.
“Siapa sih lo? Mau jadi pahlawan kesiangan lo!!!” Katanya dengan penuh amarah.
“Wah ini orang ngenyek ke gue. Kenalin, nama gue Rama Yogi Pratama.” Kataku, sambil menyodorkan tanganku dengan maksud meledek.
“Ah banyak bacot lo!!!” katanya.
Ia langsung memukulku, tepat mengenai hidungku, sampai-sampai hidungku mengeluarkan darah. Aku pun balas memukulnya, matanya merah karena terkena pukulanku. Cewek yang tak kukenal itu kemudian mencoba menamparku, beruntung aku cepat menangkisnya. Karena aku menehan serangan tadi, aku jadi tidak menyadari kalau cowok brengsek itu menyerangku kembali. Aku pun terkena serangannya, dengan menahan rasa sakit aku coba untuk menyerang balik. Aku menendang cowok itu tepat di titik kelemahannya, diantara selangkangannya. He he he he. Jurus yang mutakhir.
Karena sakit yang teramat sangat, dua pasang manusia busuk itu melarikan diri.
“Diajak kenalan malah ngegebok. Maunya apa sih tuh orang. Lama –lama aku lempar pakek sepatu juga!!!” Kataku kesal.
“Kayak gitu tuh ternyata kelakuan pacarmu. Kok naksir sama orang kayak gitu.” Kataku lagi.
“Sekarang dia bukan pacarku lagi Rama, dia selingkuh di depan mata aku. Aku benci sama dia!!!
Kamu gak papa Ma?” kata Adis.
“Atit tau.” Kataku bercanda.
“Huh, manja.” Adis tersenyum.
“Makasih ya, kamu udah nolongin aku.” Kata Adis.
“Gak papa lagi. Aku malah seneng nolongin cewek cantik kayak kamu. Sering-sering aja. Hehehehehe.” Kataku menggoda Adis.
“Gombal!!!” kata Adis.
Setelah kejadian itu aku dan Adis jadi semakin dekat. Karena udah ngerasa cocok, dua bulan kemudian aku memberanikan diri untuk menyatakan perasaanku kepada Adis. Sempet gagap-gagap gitu sih ngomongnya. Tapi akhirnya cintaku diterima olehnya.
I Love You Adis….
01.00 AM-05.10 AM
7 Juli 2010
Buah Pena
ADTYA RAMADHANI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar